HATI-HATI DIJALAN



 HATI-HATI DIJALAN
Nanda Febriansari

     Siangmu mungkin indah, penuh dengan tawa dan semuanya terlihat jelas. Namun bagaimanapun, aku akan tetap memilih malam untuk mengenalmu. Mengenal seseorang dari apa yang paling tidak ia sukai adalah keberuntungan bagi para pencandu cinta. Karena hakikatnya, cinta bukan hanya tentang apa yang terlihat indah, tetapi tentang hitam yang terlihat seperti Pelangi. Mungkin kaupun sama dengan mereka, yang berkoar dan mengatakan aku gila dalam memaknai cinta. Padahal, mereka yang terlalu dini dalam mengenal apa itu cinta.

    Tentang mereka yang terlalu cepat menimbang masalah hidup orang lain dan dirinya, tentang perihal luka yang terkadang dinilai dari seberapa lama kau hidup di dunia, bukankah itu sebuah omong kosong? Ya.. bagaimana jika kita menggambarkan cinta seperti itu. Di ruang hampa yang sesak karena kekurangan jendela ini, aku menemukanmu. Aku selalu bersemangat Ketika mereka membicarakanmu. Raut manis yang terkadang menyebalkan itu, cukup membuatku menghabiskan malamku menghitung detik jarum jam, berharap malam lekas berlalu, berharap bintang gercap terjatuh, dan bulanpun ikut tenggelam. Hahaha, aku pernah segila itu karenamu, latar belakang kita yang tak terlalu jauh, seperti aku yang jatuh cinta pada buku kaupun begitu, aku yang terlalu malas berkicau kaupun sama, begitupula hijau hitam yang mempertemukan kita dalam tali saudara berbentuk rasa.

    Kau tau berapa besar harapanku tentang kita? Tentu saja seluas langit dan seisinya, aku juga sering menggambarkan kita sebagai langit dan awan, yang seakan-akan pernah terpisahkan. Setiap hari bertemu dan berdiskusi membuatku semakin yakin bahwa kau mampu menjadi bidadari bagiku dan anak-anak kita nanti. Paralayang yang selalu mampu meninggalkan kesan, membuatku semakin takut akan kehilangan. Cantik, kalimat yang tak pernah bosan aku lontarkan Ketika melihatmu tersenyum, berbagi banyak cerita pada mereka. Lantas pada satu masa, aku mengenalkanmmu pada galaksi, dan berharap kau mau masuk ke galaksi yang aku ciptakan sepenuh hati. Katamu, nanti dulu, ini terlalu cepat untuk dirimu yang terlalu mencintai karier sedang aku yang hampir gila karena mencintaimu.

    Perlahan waktu kebersamaan kita semakin habis, kau berkelana entah kemana. Aku masih sibuk dengan patah hatiku yang juga tak mau mereda, belum lagi tuntutan dosen atas skripsi yang aku biarkan berdebu di dalam computer, belum lagi mengurusi para kader yang kadang meminta perihal banyak hal tanpa tau diri. Ah.. selemah ini aku tanpamu, bagaimana bisa aku terpaku pada palu yang tak ingin memukul. Jika aku pikirkan, benar adanya bahwa aku mencintaimu, tak peduli sejauah apa kau di muka bumi ini, tak peduli separah apa patahan di dalam hati ini, kau tetap masih menjadi satu-satunya. Kurang ajar sekali memang, bagaimana bisa mencintaimu aku bisa sebodoh ini?

    Akhirnya, setelah melewati masa gila yang melelahkan, aku memutuskan untuk berkeliling kompleks yang khas dengan bocil-bocil merengek minta diberi uang jajan oleh ibunya. Setelah beberapa meter berjalan tanpa tau arah, aku dipanggil oleh bapak-bapak tua masih dengan kopi dan rokoknya, “ Mau kemana?,” begitu katanya, aku bingung harus berkata apa. Jadi, aku hanya bisa tersenyum dan menghampirinya.

    “Jalan-jalan saja, Pak. Bosan juga kalau setiap hari mikirin skripsi,” ujarku sambil tertawa tipis. Dengan rokok yang sudah sepanjang jari kelingking, Pak Jaka mempersilahkanku duduk. “ Masih mikirin wanitamu yang terbang ke tanah German itu? Sudahlah, biarkan ia terbang sesuka hatinya, jika sudah Lelah, pasti akan pulang ke kau kalau memang jodoh. Sebelum menjawab perkataanku, apakah kau bisa menggambarkan apa itu cinta dan apa itu nafsu? Jika sudah, cukup pertimbangkan tentang perasaanmu itu, dan jika belum maka berkelanalah Kembali. Dan hati-hati dijalan. Seharusnya, kalimat itu yang kau katakan Ketika kekasihmu memutuskan melanjutkan studinya ke German, dan katakan juga bahwa kau akan menunggunya. Bukan malah menjadi gila dan tidak tentu arah. Kau ini sedang jatuh cinta atau sedang kehilangan akal sehat? Dasar anak muda zaman sekarang.”

    Begitulah kira-kira percakapan hari itu. Tapi, jika dipikir-pikir, memang benar adanya, hingga detik ini aku benar mencintaimu atau hanya menuruti nafsuku atas dirimu?

Komentar