TUHAN ITU ADIL

 

TUHAN ITU ADIL



Penulis : 

Nanda Febriana Sari

    Kehilangan seseorang yang penting di dalam hidup bukanlah sebuah pilihan yang harus dipilih manusia dalam menjalankan kehidupan. Tapi, kehilangan seseorang untuk sselamanya merupakan suatu kenyataan yang nantinya akan menjadi sebuah keputusan bagi manusia untuk berlaku ikhlas. Begitulah yang dirasakan oleh Bondan, anak Sumatra yang dtinggalkan ibunya ketika ia berhasil menyelesaikan Pendidikan S1-nya di Yogyakarta. Dering telepon di tengah malam berhasil membuat kaki Bondan tidak mempu menopang berta badanya. Berita duka dari sebrang membuatnya terpukul luar biasa.

    Di hari wisuda yang sepatutnya menjadi momen kebahagiaan bagi setiap orang, justru menajdi momen biru bagi Bondan. Air mata yang terus mengalir, membuat Bondan mencoba menguatkan diri dengan melakukan kesibukan ditengah malam, enntah apa yang dilakukannya, yang pasti ia berusaha untuk lupa. Karena untuk pulang kekampung halaman, rasanya berat sekali karena biaya yang begitu tinggi.

    “ Bondan Ari Widyanto, lulusan terbaik Jurusan Kedokteran dengan IPK 3,98. Putra dari Ibu Ayu widyanto dan Bapak Amrul Syahid Widyanto,” terdengar gema suara di aula berbentuk seperti studion lapangan bola di Universitas Indonesia. Membuat Bondan seperti ditampar habis-habisan oleh kenyataan, toga yang digunakan terasa begitu berat. Hingga membuat Bondan tak mampu berdiri untuk membawanya kemimbar kebanggaan. Dengan kaki yang terdayuh, Bondan tetap berusaha tegar dan terus berusaha menahan air matanya.

    “ Assalammualaikum wr, wr. Kata orang, wisuda merupakan momen sakral Bahagia dan juga mengharukan bagi setiap orang. Tapi, entah bagaimana wisuda menjadi memont yang menyakitkan bagi saya pribadi. Hari ini, tidak ada yang mendampingi saya mendapakan gelar kehormatan yang diberika universitas kepada saya. Ayah dan keluarga sibuk mengurusi pemakaman ibu saya hari ini. Semalam dengan bangga saya menggunakan toga di depan cermin, sebelum kabar duka itu sampai ke telinga saya. Kabar dimana Saya harus wisuda tanpa bisa menlihat senyum dari orang yang amat saya cintai. Berdirinya saya disini, rasanya seperti dicabik-cabik oleh semesta. Entah apa yang dimaksud dalam kejadian kali ini, entah saya harus Bahagia atau semacamnya saya juga tidak paham. Tapi bagaimanapun, saya berterima kasih kepada Univeristas karena sudah mempercayai saya menjadi salah satu mahasiswa terbaik di fakultas kedokteran. Tanpa menguernagi rasa hormat, Saya ucapkan terimakasih kepada ayah yang sudah senantiasa mengabsikan segala upaya untuk menguliyahkan saya hingga saya menjadi sarjana. Berdirinya saya disini juga tidak akan pernah luput dari doa ibu saya tercinta. Kepada Ibu yang insyaAllah Sudha Bahagia disurga, terima kasih Sudha membesarkan sya dengan baik, sampi jumpa di pertemua paling baik menurut Tuhan. Pesan untuk teman-teman, jangan pernah sia-siakan orang-orang yang mencintai kalian. Karena, mereka hanya ada satu didunia, dan tidak akan pernah bisa kamu dapatkan gantinya”.

                                                                                    ***

    Menjadi lulusan terbaik, bukanlah jalan baik untuk Bondan mendapatkan kerja di Kota Pendidikan ini. Kehilangan ibu, membuat Bondan juga hampir kehilangan harapan akan hidup, Ia merasa bahwa Tuhan tidak adil karena sudah merenggut kebahagiaanya. Banyak pertanyaan yang muncul dikepalanya, membuat ia bahkan tak punya energi untuk terus hidup. Ya.. begitulah kenyataannya, tak semua orang mampu menghadapi kenyataan dengan baik. Banyak dari mereka masih tidak mampu menerima apa yang sudah di gariskan oleh Tuhan. Banyak dari mereka bertanya, kenapa harus aku? Dan masih banyak kenapa-kenapa yang bahkan tak mampu mereka temukan jawabnya. Namun begitu, bukan berarti Bondan tidak melakukan apapun di dalam hidupnya. Ia tetap berusaha tapi tidak lagi mampu secara optimal, hingga ia juga memilih untuk tidak pulang kekampung halaman. Menurutnya, pulang kekampung halaman adalah tindakan sengaja untuk berwisata di padang pasir yang penuh dengan ranjau.

    Walau beribu kali ayahnya memohon, Bondan tetap keras kepala untuk tidak pulang ke kampung halaman. Dengan alasan yang bahkan terkadang tidak masuk akal. Namun, keluarganya juga paham, bahwa luka yang Bondan rasakan juga butuh waktu untuk terobati. Setahun delapan bulan pontang-panting mencari pekerjaan, akhirnya Bondan diterima diperusahaan swasta milik sahabatnya, dengan nilai yang baik, Bondan di tempatkan di posisi yang lumayan tinggi diperusahaan. Dan diperusahaan inilah, Bondan bertemu dengan Sinta, Gadis cantik asal Bandung yang sholehah dan mampu meluluhkan hati Bondan.

    Sinta sendiri merupakan gadis cantik asal Kalimantan Selatan yang menjadi asisten pribadinya Bondan di perusahaan tempat Bondan bekerja, Sinta sangat baik dalam menjalankan tugasnya dan hampir tidak pernah mengecewakan Bondan. Pada suatu hari, tidak sengaja Bondan berpapasan dengan Sinta di halte bus, kerena arah tempat tinggal mereka memeng searah jadi wajar saja jika Sinta dan Bondan sering bertemu di Halte Bus yang sama. Mereka begitu banyak mengobrol, dari hobby bahkan harapan mereka kedepannya.

    Sampai pada masa Bondan memutuskan untuk menghalalkan Sinta. Ketika niat baik itu disambut baik oleh Sinta. Bondan memutuskan terbang ketanah Kalimantan untuk berkunjung kerumah Sinta, Bondan dibuat terkejut karena ternyata Sinta merupakan anak yatim Piatu. Tanpa banyak bertanya, Sintapun paham makna dari tatapan Bondan, “ Ya begitulah, aku merupakan anak yatim piatu. Aku ditinggalkan oleh ayah dan ibu ketika aku wisuda Sarjana, Ayah dan Ibu merupakan salah satu korban pesawat jatuh ketika akan berangkat menyusulku ke Yogyakarta. Pada hari itu, aku benar-benar terpukul, aku tidak tau harus apa, aku tidak mampu menggerakkan kakiku rasanya, aku sempat bertanya pada Tuhan kenapa harus aku, tapi setelah aku melaksanakan sholat tahajjud, aku paham, bahwa Tuhan tidak pernah salah menaruh kepercayaan. Aku percaya Tuhan adil pada setiap hidup hambanya. Jika kebahagiaanku di masa depan bukan bersama orang tuaku, mungkin kebahagiaanku bersama kamu Mas. Aku tau, kehilangan ibu bukanlah hal mudah bagi seorang anak, tapi yang perlu kamu ingat, Tuhan tak akan pernah salah menaruh kepercayaannya kepada siapa. Ikhlaskan apa yang sudah ditakdirkan, berjumpa denganku, dan berdamai dengan keadaan. Pulanglah, kenalkan aku ke ayah dan saudaramu”.

    Bondan menangis dihadapan Sinta, ia sadar betapa egoisnya ia selama ini. Padahal, yang terluka bukan hanya dirinya, sepatutnya ia mengutkan ayahnya, bukan malah memberikan luka baru kepada ayahnya.

           

 

 

 

Komentar